Selasa, 02 Januari 2018

Parameter sekolah yang telah membangun budaya literasi

Di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur budaya literasi sekolah yang baik.

a. Lingkungan Fisik

1) Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).

2) Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.

3) Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.

4) Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.

5) Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.

6) Kantor kepala sekolah mudah diakses oleh warga sekolah.

b. Lingkungan Sosial dan Afektif

1) Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.

2) Kepala sekolah mengenali peserta didik bila masuk ruang kelas (bukan hanya peserta didik yang berprestasi atau dianggap bermasalah).

3) Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.

4) Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.

5) Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing (dan tidak saling menjatuhkan).

6) Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.

7) Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.

c. Lingkungan Akademik

1) Terdapat Tim Literasi Sekolah yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.

2) Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presentation).

3) Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain yang dianggap tidak perlu.

4) Disepakati waktu berkala untuk Tim Literasi Sekolah membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah.

5) Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.

6) Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).

7) Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar. (cf. Beers dkk., 2009).
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerjasama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar